Sabtu, 28 Agustus 2010

PERTANYAAN SI JERUK NIPIS

Pasar Gadelono selalu ramai setiap harinya apalagi ketika hari pasaran tiba, biasanya jatuh pada hari Rabu dan Sabtu dan pada saat itu pasar lebih ramai dari biasanya. Saat ramai, seakan pasar ini memiliki jiwa yang muda. Penuh semangat. Di pasar ini di jual bermacam barang dari mulai sembako, mainan anak, sepatu, baju, kios makanan, dan buah-buahan. Buah-buahan di sini juga bermacam-macam.
Kami di sini di datangkan dari berbagai daerah di Indonesia. Ada apel malang asli dari Malang, ada Stroberi dari Bandung, kelengkeng, jeruk, anggur, pisang, durian, manggis, dan berbagai macam buah lainnya. Negara indonesia memang seperti surga kecil yang ada di bumi. Selain dari dalam negeri, buah-buahan yang di jual di sini juga ada yang di datangkan dari luar negeri contohnya buah kiwi dari New Zealand.
Setiap hari hampir selalu ada yang membeli kami dalam jumlah banyak. Ada yang menyusun kami menjadi parcel, katanya untuk menjenguk temannya yang sakit. Ada yang buat suguhan hajatan, ada pula yang buat hadiah ketika bertamu. Alangkah senangnya. Dalam adat kami di sini, siapa saja yang cepat di beli oleh manusia berarti dia adalah buah yang hebat. Namun sangat berbeda denganku. Aku sebutir Jeruk Nipis. Di sini aku seperti tersisihkan. Jarang yang datang untuk membeliku. Itu pun terkadang mereka hanya membeliku dalam jumlah yang sedikit.
Kadang aku merasa seperti diperlakukan tak adil. Siang malam, aku iri melihat teman-temanku yang silih berganti pergi ke tangan pembeli. Alangkah senangnya mereka bisa menyenangkan manusia. Membuat manusia tersenyum ketika menikmati mereka.
“Hai pisang, kamu beruntung ya. Hampir tiap hari selalu ada yang membeli kamu. Selain kamu murah, kamu juga enak di makan. Dan banyak juga manusia yang senang padamu” ujarku memuji pisang yang ada di sebelahku
“Kamu jangan memujiku seperti itu. Teman-teman sejenisku malah terkadang ada yang nggak suka kalau di beli. Menurut mereka masih nyaman di sini bersama teman-teman yang lain walau mereka sebenarnya malu juga kalau melawan peraturan adat kami di sini. Tapi kalau aku pribadi, aku senang jika ada yang datang membeliku. Kamu jangan bersedih ya Nipis, Tuhan mungkin masih punya rencana yang lebih baik buat kamu”
“Ya pisang. Mungkin masih ada rencana-Nya yang belum ku ketahui”
“Hai Nipis, kamu jangan bersedih hati begitu. Memang sudah jadi nasibmu seperti ini. hahaha” bentak apel penuh kesombongan. Aku hanya diam saja melihatnya.
Si Apel memiliki nasib yang sama seperti Pisang, banyak manusia yang membelinya. Ada benarnya juga perkataan si Apel, mungkin ini memang sudah jadi nasibku. Sedikit manusia yang membutuhkanku, membeliku, dan membuat kehadiran diriku menjadi berguna. Aku selalu bertanya, kenapa aku dilahirkan menjadi sebutir Jeruk Nipis? Bukan menjadi Pisang atau Apel saja yang banyak di sukai manusia. Hatiku bertambah sedih ketika melihat banyak temanku yang justru memiliki nasib yang lebih beruntung dariku.
Atau mungkin sebenarnya aku belum menemukan jawaban dari pendapat Si Pisang, bahwa ada rencana yang lebih baik dari Tuhan yang belum aku ketahui. Kini malam mulai tiba. Toko buah-buahan ini segera di tutup. Aku harap besok akan ada manusia yang datang untuk membeliku.
***
Sinar matahari pagi menyilaukan mataku. Keramaian pasar juga sudah mulai datang. Aku harap ada manusia yang mau membeliku. Namun sampai hampir waktu zuhur tiba, belum ada manusia yang membeliku. Tapi untuk pisang dan apel sudah selalu diisi dengan yang baru dari gudang. Lagi-lagi aku sedih, kenapa belum ada juga yang mau membeliku?
Waktu yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Ada seorang bapak tua yang membeli aku. Beberapa kilo dia membeli. Sebelum dia membeli aku, dia bercerita bahwa dia membutuhkan jeruk nipis dalam jumlah yang lumayan banyak. Katanya dia ingin membuat obat herbal.
Alhamdulillah, aku senang sekali mendengarnya, ternyata pernyataan Si Pisang ada benarnya bahwa sebenarnya Tuhan masih menyimpan rencana yang lebih baik untukku. Aku bahagia diriku bisa menjadi obat yang berguna untuk menyembuhkan manusia. Alangkah senangnya bisa bermanfaat bagi manusia. Mungkin manfaatku masih lebih banyak jika di bandingkan dengan apel dan pisang yang menjadi penambah gizi, atau sekadar menjadi makanan penutup jika dibandingkan dengan aku yang dimanfaatkan untuk obat.
Terima kasih Tuhan atas segala nikmat yang Kau berikan. Aku yakin pasti selalu ada hikmah di setiap ciptaan-Mu.