Aku punya teman, namanya Beno. Dia siswa pindahan dari Jakarta. Dia pindah ke kotaku di Purworejo, Jawa Tengah ini, karena orang tuanya seorang polisi yang di pindahtugaskan di sini. Rumahnya tidak cukup jauh dari rumahku, kalau jalan kaki lima belas menit sudah sampai di rumahnya. Kami memang tinggal satu desa. Desa kami terletak di dekat kaki gunung yang kaya akan mata air. Keelokan desa kami tak ada yang menyamai di daerah lainnya.
Beno yang juga sebaya denganku, kini menjadi teman sekelasku. Kami berkenalan. Beberapa hari aku mengenalnya, aku merasa dia adalah seorang anak yang angkuh. Entah mengapa aku kadang merasa tidak nyaman di dekatnya, karena sikapnya yang suka merendahkan orang lain.
Waktu itu pada jam istirahat, Beno membuka tas miliknya dan mengeluarkan mainan mobil-mobilan.
“Teman-teman aku bawa mainan ni dari Jakarta. Namanya mobil Tamiya 4WD. Mobil ini bisa melaju cepat sekali di trek. Pernah aku menangkapnya ketika sedang melaju, karena saking cepatnya mobil ini tanganku terluka. Tapi nggak apa-apa. Aku puas dengan kecepatannya, pasti nggak ada yang ngalahin di desa ini. Hahahahaha......” ucap Beno penuh kesombangan. Teman-temanku dan aku awalnya memang kagum dengan mainannya karena di kota kami hanya menjual mobil tamiya biasa, bukan modifikasi seperti milik Beno yang bisa melaju cepat tapi kekaguman kami lantas sirna dengan sikapnya yang sombong.
“Beno!!! Kamu mau pamerin mainanmu atau mau menghina si?” bentak Rani si gadis berkepang dua
“Ran, sebenarnya ku cuma pengen nunjukin maenanku aja kok. Tapi emang bener kan nggak ada yang bisa ngalahin mobilku ini. Hahahaha.......”
Beno memang anak yang sombong. Aku muak dengan sikapnya. Hampir aku ingin menyembunyikan mobil tamiaya miliknya, tapi aku teringat pelajaran moral yang di ajarkan bu Ningsih. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan pula karena itu tidak akan pernah menuju kebaikan.
***
Siang itu panas sekali. Matahari bersinar dengan teriknya. Itik-itik yang biasa melintas di jalan menuju sawah juga tak kelihatan. Mungkin sudah lebih dulu berendam di kubangan dekat sawah. Padi-padi yang menguning hampir memasuki musim panen ini memiliki tangkai yang panjang, angin menggoyangkannya dan membentuk seperti alunan ombak yang naik turun di terka angin.
Aku, Budi, Joko, dan Beno bersama-sama menuju rumah setelah bel pulang sekolah berdering. Kami memang sering pulang bareng karena rumah kami yang berdekatan. Hari ini panas, Joko mengutarakan idenya mengajak berenang di sungai dekat sawah.
“Teman-teman!!!! kita berenang yuks!!! Seger banget ni kayaknya kalo kita berenang di tengah terik panas gini. Piye??” usul Joko dengan logat Jawanya
“Boleh juga jok, ayo!!!” seru Budi
“Renang di mana jok?” tanya Beno dengan raut wajah khawatir
“Disana itu lho, yang deket sawahnya pak Jamal. Berani ndak?” jawab Joko
“Ya berani lah... renang aja kok nggak bisa, tinggal ceplak-cepluk ngayunin tangan. Lagian aku dulu juga udah sering berenang di Water Boom. Kalian tahu nggak Water Boom?”
“Kita nggak tahu lah, kan belum pernah kesana. Tapi yang bener ni kamu berani renang di sungai? Entar nggak bisa berenang lagi? Hahahaha....” jawab Budi
“Udah jangan banyak tanya mending kita langsung ke sungai aku udah nggak sabar mau buktiin sama kalian semua. Renang mah gampang. Kecil...!!! hahahahha” jawab Beno sambil menyingsingkan lengan bajunya.
***
Akhirnya kita sampai di sungai. Beno langsung melepas baju, dan..... Byurrrrrr!!!!! Air langsung muncrat ke wajah kami. Aku, Budi, dan Joko juga langsung terjun, langsung menyelam seperti biasa kalau pertama kali berenang. Namun aku melihat Beno di permukaan ketika aku menyelam. Beno kelihatannya panik dan menggerak-gerakkan kaki, tangan, dan timbul tenggelam. Jangan-jangan Beno nggak bisa berenang....
“Kenapa kamu Ben?” tanyaku ketika telah menariknya ke pinggir sungai
“Aku hampir tenggelam. Aku pikir sungainya dangkal kayak di Water Boom”
“Lha emangnya kamu nggak bisa berenang? ” tanya Budi
“Maaf teman aku bohong” jawab Beno sambil menunduk malu
Kena batunya juga Beno. Ternyata dia nggak bisa berenang. Hampir saja dia tenggelam karena sikap angkuhnya.
Kamis, 11 November 2010
FITRI SI ANAK MANJA
Rumah Fitri terlihat megah dengan tembok-temboknya yang tinggi. Tembok rumahnya di cat warna putih. Pagar besi di depannya juga di cat, tapi berwarna hitam. Ia memang anak orang kaya. Jarang sekali ia keluar rumah. Fitri keluar rumahnya hanya ingin berangkat sekolah saja, setelah pulang sekolah ia tidak pernah bermain keluar rumah. Fitri baru kelas 4 SD. Sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya sekitar lima ratus meter dari rumahnya. Setiap berangkat sekolah ia selalu di antar si Mbok atau kalau si Mbok sedang sibuk Fitri di antar pak Ali satpam rumahnya dengan mengendarai sepeda motor.
Orang tua Fitri bekerja di kantor. Hampir setiap hari mereka pulang pukul tujuh malam, pada jam segitu biasanya Fitri sudah tidur. Mereka menitipkan Fitri kepada si Mbok yang bekerja di rumahnya. Si Mbok menjaga Fitri dengan penuh ketulusan ketika orang tua Fitri tak bisa menjaga Fitri di rumah. Kadang si Mbok karena menuruti perintah orang tua Fitri sedikit memanjakan Fitri,.sehingga Fitri menjadi anak yang manja. Kemauannya keras, dan harus di turuti jika tidak ia akan menangis atau akan menelpon dan mengadu pada ibunya.
Sikap Fitri yang manja, membuat dia menjadi cengeng. Hingga si Mbok kewalahan menghadapi Fitri.
“Mboooookk... Fitri mau di bikibi mie goreng..!!!! cepat mbook!!!” teriak Fitri
“Kemarin Ibu bilang Fitri jangan makan mie terus! Nggak baik Nduk”
“Pokoknya Fitri mau makan mieeeeee.......!!!!”
“Iya Nduk. Sabar...!” jawab si Mbok dengan logat jawanya
Hampir tiap hari jerit teriak Fitri terdengar tiap hari. Minta inilah-itulah. Si Mbok yang sudah tua kewalahan menghadapinya. Hal yang kadang membuat si Mbok mengelus dada adalah ketika Fitri tak menghabiskan makanan yang sudah si Mbok buat. Kadang makan ayam goreng, telur dadar, sop ayam tak di habiskannya.
***
Suatu ketika si Mbok mengajak Fitri ke pasar. Karena waktu itu mendekati hari raya idul Fitri, maka pasar jadi ramai. Si Mbok kewalahan menjaga Fitri. Kejadian yang tak diinginkan terjadi. Fitri hilang karena melepas genggaman tangan si Mbok di balik kerumunan orang-orang yang membeli barang persiapan lebaran. Fitri menangis kecil. Dalam hati Fitri ketakutan. Ia berjalan tak tentu arah. Suatu ketika ia bertemu pengemis kecil. Pengemis itu meminta uang pada Fitri, tapi Fitri tak memegang uang sedikit pun.
“Minta uangnya. Perut saya sakit sekali, karena belum makan” pinta pengemis kecil itu
“Maaf saya nggak bawa uang” jawab Fitri sekenanya
“oh ya. Sudah terima kasih”
Fitri berjalan dan berhenti di sebuah toko yang masih tertutup pintunya. Di depan toko itu ia duduk termenung sambil meratapi nasibnya. Si Mbok belum juga datang, ia semakin sedih setelah beberapa saat yang lalu bertemu pengemis kecil yang mungkin lebih muda darinya. Pengemis kecil itu tampak lusuh dan kurus. Ia masih ingat perkataan pengemis itu, bahwa perutnya sakit karena belum makan. Ia jadi teringat dirinya yang kurang bersyukur karena sering ia menyiakan makanan dengan tidak menghabiskannya, minta ini-itu tanpa mau menyadari bahwa dirinya sudah lebih beruntung di banding saudara-saudaranya yang ada di luar sana. Mungkin musibah berpisahnya ia dengan si Mbok sebagai suatu peringatan bahwa ia jangan menjadi anak yang manja lagi. Fitri menangis menyesalinya.
Hampir sejam Fitri menghilang, akhirnya datanglah si Mbok dengan pak Ali. Setelah mencarinya bertanya kesana-kemari akhirnya bertemulah mereka dengan Fitri. Fitri tampak sangat senang sekali bisa bertemu dengan si Mbok. Fitri memeluknya sambil menangis. Dalam hati Fitri berjanji tidak akan menjadi anak yang manja lagi yang bisanya hanya merepotkan orang lain, ia ingin menjadi anak yang lebih bersyukur dengan anugrah yang telah di berikan Tuhan padanya. Dan ia berjanji tak akan mengulangi kebiasaan tidak menghabiskan makanannya lagi.
Orang tua Fitri bekerja di kantor. Hampir setiap hari mereka pulang pukul tujuh malam, pada jam segitu biasanya Fitri sudah tidur. Mereka menitipkan Fitri kepada si Mbok yang bekerja di rumahnya. Si Mbok menjaga Fitri dengan penuh ketulusan ketika orang tua Fitri tak bisa menjaga Fitri di rumah. Kadang si Mbok karena menuruti perintah orang tua Fitri sedikit memanjakan Fitri,.sehingga Fitri menjadi anak yang manja. Kemauannya keras, dan harus di turuti jika tidak ia akan menangis atau akan menelpon dan mengadu pada ibunya.
Sikap Fitri yang manja, membuat dia menjadi cengeng. Hingga si Mbok kewalahan menghadapi Fitri.
“Mboooookk... Fitri mau di bikibi mie goreng..!!!! cepat mbook!!!” teriak Fitri
“Kemarin Ibu bilang Fitri jangan makan mie terus! Nggak baik Nduk”
“Pokoknya Fitri mau makan mieeeeee.......!!!!”
“Iya Nduk. Sabar...!” jawab si Mbok dengan logat jawanya
Hampir tiap hari jerit teriak Fitri terdengar tiap hari. Minta inilah-itulah. Si Mbok yang sudah tua kewalahan menghadapinya. Hal yang kadang membuat si Mbok mengelus dada adalah ketika Fitri tak menghabiskan makanan yang sudah si Mbok buat. Kadang makan ayam goreng, telur dadar, sop ayam tak di habiskannya.
***
Suatu ketika si Mbok mengajak Fitri ke pasar. Karena waktu itu mendekati hari raya idul Fitri, maka pasar jadi ramai. Si Mbok kewalahan menjaga Fitri. Kejadian yang tak diinginkan terjadi. Fitri hilang karena melepas genggaman tangan si Mbok di balik kerumunan orang-orang yang membeli barang persiapan lebaran. Fitri menangis kecil. Dalam hati Fitri ketakutan. Ia berjalan tak tentu arah. Suatu ketika ia bertemu pengemis kecil. Pengemis itu meminta uang pada Fitri, tapi Fitri tak memegang uang sedikit pun.
“Minta uangnya. Perut saya sakit sekali, karena belum makan” pinta pengemis kecil itu
“Maaf saya nggak bawa uang” jawab Fitri sekenanya
“oh ya. Sudah terima kasih”
Fitri berjalan dan berhenti di sebuah toko yang masih tertutup pintunya. Di depan toko itu ia duduk termenung sambil meratapi nasibnya. Si Mbok belum juga datang, ia semakin sedih setelah beberapa saat yang lalu bertemu pengemis kecil yang mungkin lebih muda darinya. Pengemis kecil itu tampak lusuh dan kurus. Ia masih ingat perkataan pengemis itu, bahwa perutnya sakit karena belum makan. Ia jadi teringat dirinya yang kurang bersyukur karena sering ia menyiakan makanan dengan tidak menghabiskannya, minta ini-itu tanpa mau menyadari bahwa dirinya sudah lebih beruntung di banding saudara-saudaranya yang ada di luar sana. Mungkin musibah berpisahnya ia dengan si Mbok sebagai suatu peringatan bahwa ia jangan menjadi anak yang manja lagi. Fitri menangis menyesalinya.
Hampir sejam Fitri menghilang, akhirnya datanglah si Mbok dengan pak Ali. Setelah mencarinya bertanya kesana-kemari akhirnya bertemulah mereka dengan Fitri. Fitri tampak sangat senang sekali bisa bertemu dengan si Mbok. Fitri memeluknya sambil menangis. Dalam hati Fitri berjanji tidak akan menjadi anak yang manja lagi yang bisanya hanya merepotkan orang lain, ia ingin menjadi anak yang lebih bersyukur dengan anugrah yang telah di berikan Tuhan padanya. Dan ia berjanji tak akan mengulangi kebiasaan tidak menghabiskan makanannya lagi.
IDE LIBURAN SEKOLAH KALI INI
Libur sekolah kenaikan kelas ini telah tiba, selama dua minggu lamanya kami akan bersenang-senang mengisi liburan kali ini. Aku ingat liburan tahun lalu, aku pergi ke Ragunan melihat binatang-binatang ciptaan Allah. Di sana kami benar-benar takjub akan kebesaran ciptaan-Nya. Kami melihat gajah yang mempunyai tubuh yang besar, monyet-monyet yang sangat lincah pindah dari pohon satu ke pohon yang lain, rusa-rusa yang dapat berlari dengan gesitnya, dan masih banyak hewan unik lainnya yang kami lihat.
Liburan kali ini aku sempat bingung akan aku isi dengan apa. Ada ide ingin berekreasi lagi di tempat wisata ibukota, tapi tidak jadi karena aku tidak punya cukup banyak uang untuk pergi kesana. Sedangkan aku tidak mau merepotkan orang tua dengan meminta ongkos untukku berekreasi. Berbeda dengan tahun lalu saat aku bisa pergi ke Ragunan dengan uang tabunganku sendiri.
Aku dan Tasya berpikir sejenak untuk mencari ide mengisi liburan kali ini. Tasya adalah temanku, ia juga satu sekolah denganku di SD Harapan Nusa 1. Rumahnya juga tidak terlalu jauh denganku, sehingga kami biasa bermain bersama-sama.
Sempat bingung kami mencari ide untuk mengisi liburan kali ini. Kami menginginkan agar liburan kali ini benar-benar menjadi berarti. Sebelum liburan sekolh datang, Bu Dedeh guru Bahasa Indonesiaku memberi tugas untuk membuat karangan singkat tentang liburan kali ini. Dan harus di kumpulkan saat menjelang masuk sekolah nanti. Tugas ini memang kami tunggu-tunggu, kami ingin menuliskan sesuatu yang berarti ketika teman-teman kami yang lainnya juga mendengar ceritanya.
***
Aku mendengar cerita Dita, teman sekelasku juga. Ia bercerita bahwa ia akan mengisi liburan kali ini dengan bermain video game sepuasnya. Katanya ia telah meminjam video game itu dari pamannya. Ketika itu Dita juga mengajakku bermain ke rumahnya untuk mengisi liburan dengan bermain video game bersamanya. Tapi aku menolak tawarannya, aku telah bertekad untuk mengisi liburan ini dengan hal yang berarti, unik, dan bisa memberi inspirsi buat teman-temanku nanti.
Aku pergi ke rumah Tasya. Kami berbincang-bincang di kamar Tasya di lantai dua. Suasananya damai, angin berhembus sepoi-sepoi membuatku mengantuk. Untuk mengatasi rasa kantuk yang aku rasakan aku membuka-buka majalah milik Tasya.
“Sya, aku pinjem majalahmu ya. Biar nggak ngantuk ni. Abis suasana di sini sejuk banget si. Heheheh" pintaku sambil mengambil majalah yang tergeletak di atas meja
“Suasana di sini memang bikin ngantuk. Baca aja, nggak apa-apa kok, oh iya aku masih punya banyak edisi yang lainnya lho. Berhubung kita senang baca, bantu aku ngambil sisanya di bawah yuk...! siapa tahu kita dapet ide” usul Tasya
Aku menyetujui usul Tasya. Lalu kami berdua turun mengambil majalah di lantai bawah. Kami membacanya, menjelajahi halaman demi halaman tanpa menyadari satu jam telah berlalu. Majalah anak-anak ini memang bagus sehingga kami begitu menikmatinya. Di dalam majalah ini ada begitu banyak ilmu. Beruntung kami termasuk orang yang hobi membaca. Ketika sedang asik aku membaca sebuah artikel, usul Tasya memecah konsentrasiku.
“Aku punya ide!! Bagaimana kalau kita berbisnis”
“Bisnis apa, Sya?”
“Bisnis penyewaan buku-buku. Kita manfaatkan buku-buku kita di rumah untuk di sewakan. Majalah-majalah langgananku ini juga, daripada cuma di simpen di rumah aja mending disewakan ke teman-teman kita. Selain kita dapat uang, kita juga sudah berbagi ilmu ke teman-teman kita dengan meminjaminya buku. Bagaimana?” usul Tasya
“Oke juga Sya idemu, kita bisa berbagi ilmu itu perbuatan yang amat mulia. Lalu uang hasil keuntungan itu bagaimana? Apa kita harus bagi dua?”
Kami diam sejenak berpikir untuk apa uang hasil penyewaannya nanti.
“Kita kumpulkan untuk membeli buku-buku koleksi lagi. Terus kita sewakan lagi deh. Nanti kalau keuntungan kita banyak, buku-buku koleksi kita juga tambah lengkap dan akhirnya banyak juga yang akan datang meminjam buku. Bagaimana? Oke kan?” usul Tasya dengan mata berbinar.
“Hebat juga usulmu. Dengan begitu, setidaknya liburan kita menjadi lebih berarti. Dan kita bisa buat tugas karangan dengan ide ini. Hebat kan?” aku tersenyum. Tasya juga tersenyum.
Liburan kali ini aku sempat bingung akan aku isi dengan apa. Ada ide ingin berekreasi lagi di tempat wisata ibukota, tapi tidak jadi karena aku tidak punya cukup banyak uang untuk pergi kesana. Sedangkan aku tidak mau merepotkan orang tua dengan meminta ongkos untukku berekreasi. Berbeda dengan tahun lalu saat aku bisa pergi ke Ragunan dengan uang tabunganku sendiri.
Aku dan Tasya berpikir sejenak untuk mencari ide mengisi liburan kali ini. Tasya adalah temanku, ia juga satu sekolah denganku di SD Harapan Nusa 1. Rumahnya juga tidak terlalu jauh denganku, sehingga kami biasa bermain bersama-sama.
Sempat bingung kami mencari ide untuk mengisi liburan kali ini. Kami menginginkan agar liburan kali ini benar-benar menjadi berarti. Sebelum liburan sekolh datang, Bu Dedeh guru Bahasa Indonesiaku memberi tugas untuk membuat karangan singkat tentang liburan kali ini. Dan harus di kumpulkan saat menjelang masuk sekolah nanti. Tugas ini memang kami tunggu-tunggu, kami ingin menuliskan sesuatu yang berarti ketika teman-teman kami yang lainnya juga mendengar ceritanya.
***
Aku mendengar cerita Dita, teman sekelasku juga. Ia bercerita bahwa ia akan mengisi liburan kali ini dengan bermain video game sepuasnya. Katanya ia telah meminjam video game itu dari pamannya. Ketika itu Dita juga mengajakku bermain ke rumahnya untuk mengisi liburan dengan bermain video game bersamanya. Tapi aku menolak tawarannya, aku telah bertekad untuk mengisi liburan ini dengan hal yang berarti, unik, dan bisa memberi inspirsi buat teman-temanku nanti.
Aku pergi ke rumah Tasya. Kami berbincang-bincang di kamar Tasya di lantai dua. Suasananya damai, angin berhembus sepoi-sepoi membuatku mengantuk. Untuk mengatasi rasa kantuk yang aku rasakan aku membuka-buka majalah milik Tasya.
“Sya, aku pinjem majalahmu ya. Biar nggak ngantuk ni. Abis suasana di sini sejuk banget si. Heheheh" pintaku sambil mengambil majalah yang tergeletak di atas meja
“Suasana di sini memang bikin ngantuk. Baca aja, nggak apa-apa kok, oh iya aku masih punya banyak edisi yang lainnya lho. Berhubung kita senang baca, bantu aku ngambil sisanya di bawah yuk...! siapa tahu kita dapet ide” usul Tasya
Aku menyetujui usul Tasya. Lalu kami berdua turun mengambil majalah di lantai bawah. Kami membacanya, menjelajahi halaman demi halaman tanpa menyadari satu jam telah berlalu. Majalah anak-anak ini memang bagus sehingga kami begitu menikmatinya. Di dalam majalah ini ada begitu banyak ilmu. Beruntung kami termasuk orang yang hobi membaca. Ketika sedang asik aku membaca sebuah artikel, usul Tasya memecah konsentrasiku.
“Aku punya ide!! Bagaimana kalau kita berbisnis”
“Bisnis apa, Sya?”
“Bisnis penyewaan buku-buku. Kita manfaatkan buku-buku kita di rumah untuk di sewakan. Majalah-majalah langgananku ini juga, daripada cuma di simpen di rumah aja mending disewakan ke teman-teman kita. Selain kita dapat uang, kita juga sudah berbagi ilmu ke teman-teman kita dengan meminjaminya buku. Bagaimana?” usul Tasya
“Oke juga Sya idemu, kita bisa berbagi ilmu itu perbuatan yang amat mulia. Lalu uang hasil keuntungan itu bagaimana? Apa kita harus bagi dua?”
Kami diam sejenak berpikir untuk apa uang hasil penyewaannya nanti.
“Kita kumpulkan untuk membeli buku-buku koleksi lagi. Terus kita sewakan lagi deh. Nanti kalau keuntungan kita banyak, buku-buku koleksi kita juga tambah lengkap dan akhirnya banyak juga yang akan datang meminjam buku. Bagaimana? Oke kan?” usul Tasya dengan mata berbinar.
“Hebat juga usulmu. Dengan begitu, setidaknya liburan kita menjadi lebih berarti. Dan kita bisa buat tugas karangan dengan ide ini. Hebat kan?” aku tersenyum. Tasya juga tersenyum.
WASPADALAH...! WASPADALAH...!
SD Nusantara tidak begitu jauh dari rumahku. Berangkat dan pulang sekolah aku selalu berjalan kaki. Selain hemat, aku juga bisa sekaligus berolahraga jadi bisa bikin badan sehat. Sehabis pulang sekolah, aku sempatkan menonton berita di televisi. Sebelumnya mama juga sudah menyuruhku untuk makan siang. Sambil makan siang aku menonton berita. Ada berita kecelakaan, kejahatan, kuliner, wisata, dan berbagai macam berita yang lain. Dari berita-berita itu yang paling menarik buatku adalah maraknya tindak kejahatan yang terjadi di sekitar kita. Tanpa kita sadari, begitu banyak kejahatan yang siap datang menerkam kita. Untuk itu mama selalu mengingatkanku untuk waspada dimana pun aku berada.
Ketika acara berita sudah hampir selesai, seorang pembawa berita itu yang bernama bang Napi menyampaikan kepada penonton untuk mewaspadai tindak kejahatan disekitar kita.
“Ingat kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah...! waspadalah...!” begitu pesannya. Mendengarnya aku menjadi takut kalau-kalau nanti ketika aku pergi atau pulang sekolah ada penjahat yang menyergapku. Oh tidak.... ya ampun bagaimana ini? Saking lelahnya aku setelah belajar di sekolah di tambah rasa khawatir aku putuskan untuk tidur siang saja. Huammmpp.....!
***
Lagi-lagi aku sendirian pulang sekolah. Teman-temanku kebanyakan rumahnya jauh-jauh. Jadi ada yang di jemput, naik angkot, ada yang bersepeda, ada juga yang berjalan kaki, seperti aku ini contohnya.
Aku berjalan santai, melihat kendaraan yang berseliweran silih berganti. Banyak sekali kendaraan yang memakai jalan pada siang ini. Mungkin ini memang jam istirahat, jadi banyak orang dari pekerja kantoran, PNS, maupun buruh yang menikmati jam istirahat mereka. Saat aku berjalan pulang, seorang yang bertubuh tinggi besar dengan jaket kulit dan topi hitam yang dikenakannya berjalan mengikutiku. Pria itu berada di belakangku sejauh kira-kira lima meter. Sesekali aku mencuri-curi pandang melihat ke belakang, namun ketika aku melihat ke belakang pria itu menghentikan langkahnya dan mengalihkan pandangannya. Aku berjalan lagi, pria itu pun kembali berjalan. Aku berhenti dan melihat ke belakang, pria itu pun juga menghentikan langkahnya. Jangan-jangan pria itu tokoh sindikat penculikan anak Internasional. Menculik anak-anak, lalu di jualnya di luar negeri untuk dijadikan pembantu di sana. Oh tidak...! Rasa takutku bertambah setelah kemarin aku menonton berita tentang banyak tindak kejahatan sedang yang terjadi. Aku ingat pesan bang Napi,
“Waspadalah....!Waspadalah....!”
***
Syukurlah akhirnya tiba juga aku di rumah. Aku tak tahu bagaimana jadinya kalau pria tadi adalah seorang penjahat lalu menculikku. Pria itu sudah menghilang entah kemana. Sejak aku berada di dekat tikungan gerbang depan rumah.
Namun kegembiraanku ini tak kunjung lama, setelah aku sadari bahwa mama sedang pergi arisan. Mama meninggalkan sebuah pesan yang di tempelkan di pintu.
Mama pergi arisan dulu ya Han,...!
Kamu jaga rumah. Makan siang sudah mama siapin di atas meja.
Kalau kamu mau masuk, kunci pintunya ada di bawah keset depan pintu.
Mungkin mama akan pulang agak sore nanti,
karena sekalian mau jenguk teman mama yang sakit.
Deg..! langsung aku buru-buru mengambil kunci yang ada di bawah keset sesuai perintah mama. Aku buka pintu dan langsung menguncinya dari dalam.
Saat aku sedang mengunci pintu, aku kembali melihat sesosok pria berjaket hitam tadi kembali melintas di depan rumahku. Kali ini ia melakukan aksi yang lebih berani lagi. Dia membuka pintu gerbang pagar rumahku dan mulai masuk.
Ya Allah, bagaimana ini? Saking takutnya, lututku sampai gemetar, gigiku juga berceletukan menahan dinginnya rasa takut yang menyergapku. Hampir-hampir aku ngompol karena saking takutnya. Setelah pria itu semakin mendekati pintu. Semakin mendekat, mendekat, dan mendekat.
***
“Farhaaaan..!!!! bangun kamu..!!!! tidur siang kok ngompol...!!!! mimpi apa kamu?” suara mama membangunkanku. Setelah aku sadari celanaku basah karena ompol. Ya ampun ternyata cuma mimpi.
Ketika acara berita sudah hampir selesai, seorang pembawa berita itu yang bernama bang Napi menyampaikan kepada penonton untuk mewaspadai tindak kejahatan disekitar kita.
“Ingat kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah...! waspadalah...!” begitu pesannya. Mendengarnya aku menjadi takut kalau-kalau nanti ketika aku pergi atau pulang sekolah ada penjahat yang menyergapku. Oh tidak.... ya ampun bagaimana ini? Saking lelahnya aku setelah belajar di sekolah di tambah rasa khawatir aku putuskan untuk tidur siang saja. Huammmpp.....!
***
Lagi-lagi aku sendirian pulang sekolah. Teman-temanku kebanyakan rumahnya jauh-jauh. Jadi ada yang di jemput, naik angkot, ada yang bersepeda, ada juga yang berjalan kaki, seperti aku ini contohnya.
Aku berjalan santai, melihat kendaraan yang berseliweran silih berganti. Banyak sekali kendaraan yang memakai jalan pada siang ini. Mungkin ini memang jam istirahat, jadi banyak orang dari pekerja kantoran, PNS, maupun buruh yang menikmati jam istirahat mereka. Saat aku berjalan pulang, seorang yang bertubuh tinggi besar dengan jaket kulit dan topi hitam yang dikenakannya berjalan mengikutiku. Pria itu berada di belakangku sejauh kira-kira lima meter. Sesekali aku mencuri-curi pandang melihat ke belakang, namun ketika aku melihat ke belakang pria itu menghentikan langkahnya dan mengalihkan pandangannya. Aku berjalan lagi, pria itu pun kembali berjalan. Aku berhenti dan melihat ke belakang, pria itu pun juga menghentikan langkahnya. Jangan-jangan pria itu tokoh sindikat penculikan anak Internasional. Menculik anak-anak, lalu di jualnya di luar negeri untuk dijadikan pembantu di sana. Oh tidak...! Rasa takutku bertambah setelah kemarin aku menonton berita tentang banyak tindak kejahatan sedang yang terjadi. Aku ingat pesan bang Napi,
“Waspadalah....!Waspadalah....!”
***
Syukurlah akhirnya tiba juga aku di rumah. Aku tak tahu bagaimana jadinya kalau pria tadi adalah seorang penjahat lalu menculikku. Pria itu sudah menghilang entah kemana. Sejak aku berada di dekat tikungan gerbang depan rumah.
Namun kegembiraanku ini tak kunjung lama, setelah aku sadari bahwa mama sedang pergi arisan. Mama meninggalkan sebuah pesan yang di tempelkan di pintu.
Mama pergi arisan dulu ya Han,...!
Kamu jaga rumah. Makan siang sudah mama siapin di atas meja.
Kalau kamu mau masuk, kunci pintunya ada di bawah keset depan pintu.
Mungkin mama akan pulang agak sore nanti,
karena sekalian mau jenguk teman mama yang sakit.
Deg..! langsung aku buru-buru mengambil kunci yang ada di bawah keset sesuai perintah mama. Aku buka pintu dan langsung menguncinya dari dalam.
Saat aku sedang mengunci pintu, aku kembali melihat sesosok pria berjaket hitam tadi kembali melintas di depan rumahku. Kali ini ia melakukan aksi yang lebih berani lagi. Dia membuka pintu gerbang pagar rumahku dan mulai masuk.
Ya Allah, bagaimana ini? Saking takutnya, lututku sampai gemetar, gigiku juga berceletukan menahan dinginnya rasa takut yang menyergapku. Hampir-hampir aku ngompol karena saking takutnya. Setelah pria itu semakin mendekati pintu. Semakin mendekat, mendekat, dan mendekat.
***
“Farhaaaan..!!!! bangun kamu..!!!! tidur siang kok ngompol...!!!! mimpi apa kamu?” suara mama membangunkanku. Setelah aku sadari celanaku basah karena ompol. Ya ampun ternyata cuma mimpi.
PERGI KE MAL
Waktu untuk pergi berbelanja yang di janjikan Ayah tiba. Kali ini kami akan berbelanja di Mal Metropolitan Bekasi. Jarang-jarang sekali aku berbelanja ke Mal. Satu bulan sekali belum tentu kami pergi ke sana. Mungkin saat ini bertepatan dengan menanti hari lebaran. Makanya di Mal juga banyak dilakukan diskon besaran-besaran.
Kakakku juga ikut bersama aku dan Ayah pergi ke Mal. Kebetulan, kata kakak dia ingin membeli Ensiklopedi Pengetahuan di toko buku. Akhirnya, dengan mengendari sepeda motor kami pergi ke Mal yang berjarak kurang lebih lima belas kilometer. Setelah bersusah payah kami menempuh perjalanan, karena tadi sempat kami terjebak macet akhirnya tiba juga kami di Mal. Setibanya kami di sana, aku tercengang karena begitu banyak sekali pembeli yang memadati Mal. Tubuhku yang masih kecil, selalu limbung jika ada orang dewasa yang menyonggol tubuhku maka kami saling bergandengan tangan agar tak terpisah.
Ketika kami tiba di toko buku, kami juga melihat begitu banyak koleksi buku yang di jual di sini. Selintas aku berangan andai aku bisa membaca semua buku di sini. Wah..!! tentunya aku akan jadi orang hebat yang banyak pengetahuannya. Tunggu saja, mungkin sekarang aku belum bisa membaca, tapi nanti ketika aku telah masuk sekolah dasar aku ingin menjadi murid yang senang membaca. Setalah kakak berkeliling akhirnya dia berhasil menemukan buku yang di inginkannya.
“Wow, kak tebal sekali bukunya?” tanyaku
“Iya, ini namanya Ensiklopedi. Di dalam kita bisa dapat banyak sekali pengetahuan. Selain itu, di dalamnya juga terdapat gambar-gambar jadi kita nggak di buat bosan ketika membacanya” jawab kakak
“Hebat ya kak, kalau nanti aku sudah bisa baca aku pinjem ya kak” pintaku dengan polosnya
“Ah, kamu dik. Tenang aja. Yang penting kamu belajar membaca dengan benar dulu”
“Betul kata kakakmu. Besok kalau kamu sudah bisa membaca, ayah juga akan membelikan buku yang kamu inginkan”
“Yeahhh....!!!” alangkah senangnya aku. Tunggu saja, kalau aku sudah bisa baca, akan aku lahap banyak buku.
***
Setalah kakak mendapatkan buku yang diinginkan, kami melanjutkan pergi ke toko baju. Berhubung sebentar lagi lebaran, aku mempersiapkan baju yang baru karena tahun lalu kami tak membeli baju yang baru maka tahun ini pun rasanya amat membahagiakan buatku.
Sesampainya di sana, aku melihat banyak sekali papan diskon yang ditawarkan. Aku tahu setelah aku bertanya pada ayah. Katanya semakin besar angka diskon yang diberikan maka akan semakin besar pula potongan yang akan didapatkan.
Ketika ayah sedang memilih-milih baju untuk kakak, aku melihat sebuah pintu kaca dalam Mal yang bisa membuka dan menutup dengan sendirinya. Pintu itu akan membuka ketika ada pengunjung yang mendatanginya, begitu juga ketika pengunjung telah manjauh maka pintu itu akan menutup dengan sendirinya. Aku penasaran, apa yang sebenarnya membuat pintu ini bisa bergerak sendiri. Rasa penasaran ini membuatku semakin ingin mendatanganginya. Lalu aku pun meminta izin pada Ayah
“Yah, aku mau lihat pintu itu dulu ya yah?” pintaku
“Ya. Hati-hati” jawab ayah singkat. Sepertinya ayah hanya sekadar mengiyakannya saja. Ayah masih tetap memili-milih baju ketika menjawabnya.
Aku pun tak mau menyiakan kesempatan ini. Aku mendekati pintu itu. Tiba juga akhirnya aku di depan pintu. Betapa asiknya, ketika aku berhasil ‘menggoda’ pintu ini. Berulang kali aku maju mundur. Berulang kali pula pintu ini menutup dan membuka. Wah, asik sekali. Aku maju mundur terus menggodanya.
“wah asik juga bisa ngerjain pintu ini. hahahahaha” pikirku
Setelah di rasa bosan, aku kembali ke tempat di mana ayah dan kakak memilih-milih baju. Tapi, apa yang terjadi? Ternyata ayah dan kakak tidak ada di tempat itu. Di mana mereka? Di mana? Di mana? aku takut tertinggal.
Aku mencari di setiap lorong rak-rak baju. Aku tetap saja tidak menemukan mereka. Waduh, di mana mereka? Ya Allah, bantu aku menemukan mereka. Aku takut kalau nanti aku hilang. Aku cari, cari, dan cari.
Setelah aku mencari-cari, tetap tidak ditemukan. Aku hampir putus asa, dan menyerah saja. Lalu meratapi nasib di depan toko Mal, sambil memandangi orang-orang yang lewat. Tapi pikiran itu langsung aku buang jauh-jauh. Aku bukanlah seorang anak yang mudah menyerah. Aku yakin, aku pasti bisa. Aku bisa menemukan mereka. Aku yakin.
Aku berjalan perlahan-lahan sambil memandangi simbol-simbol yang ada di setiap atas pintu. Walau aku belum bisa membaca, setidaknya aku sudah bisa memahami maksud simbol dengan gambar yang ada. Aku pahami satu persatu. Simbol gambar pria dan wanita berdiri, mungkin ini toilet. Oh ini bukan yang aku cari. Simbol mobil dan motor. Yah, tepat!!! Ini yang aku cari. Pintu di mana pertama kali aku masuk Mal ini. Aku menuruni lantai bawah tanah ke tempat yang aku cari. Tempat parkir motor.
Setiba aku di lantai bawah tanah, tempat parkir kendaraan aku berpikir lagi di mana posisi motor yang ayah parkir tadi. Yeah...!!!! ketemu, itu dia. Misi selesai, sekarang aku hanya tinggal menunggu ayah dan kakak di sini.
Beberapa menit kemudian, setelah aku cukup lama menunggu akhirnya tiba juga ayah dan kakak.
“De, kamu ke mana aja si?” tanya kakak dengan nada sedikit tinggi
“Iya. Kamu tadi ke mana?” tanya ayah juga
“Lho tadi kan Dede udah bilang mau pergi ke pintu yang bisa membuka dan menutup sendiri itu lho”
“Lho ayah kok nggak tahu”
“Iya. Mungkin ayah sedang sibuk memilih-milih baju. Jadi nggak begitu sadar. Kamu pintar juga De nunggu kita di tempat parkir” jawab kakak bijak.
“Hehehehe. Jelas donk, siapa dulu Dede” jawabku sambil tersenyum
“Yang benar? Ya sudah Ayah minta maaf. Yang penting sekarang kita sudah berkumpul kembali. Ayo sekarang kita ke pusat informasi, kita kasih tahu petugas kalau Dede sudah ketemu”
“Oke. Jangan sampai kita berpencar lagi ya” pinta Ayah
Dengan rasa bahagia dalam hati, lalu kami pergi ke pusat informasi.
Kakakku juga ikut bersama aku dan Ayah pergi ke Mal. Kebetulan, kata kakak dia ingin membeli Ensiklopedi Pengetahuan di toko buku. Akhirnya, dengan mengendari sepeda motor kami pergi ke Mal yang berjarak kurang lebih lima belas kilometer. Setelah bersusah payah kami menempuh perjalanan, karena tadi sempat kami terjebak macet akhirnya tiba juga kami di Mal. Setibanya kami di sana, aku tercengang karena begitu banyak sekali pembeli yang memadati Mal. Tubuhku yang masih kecil, selalu limbung jika ada orang dewasa yang menyonggol tubuhku maka kami saling bergandengan tangan agar tak terpisah.
Ketika kami tiba di toko buku, kami juga melihat begitu banyak koleksi buku yang di jual di sini. Selintas aku berangan andai aku bisa membaca semua buku di sini. Wah..!! tentunya aku akan jadi orang hebat yang banyak pengetahuannya. Tunggu saja, mungkin sekarang aku belum bisa membaca, tapi nanti ketika aku telah masuk sekolah dasar aku ingin menjadi murid yang senang membaca. Setalah kakak berkeliling akhirnya dia berhasil menemukan buku yang di inginkannya.
“Wow, kak tebal sekali bukunya?” tanyaku
“Iya, ini namanya Ensiklopedi. Di dalam kita bisa dapat banyak sekali pengetahuan. Selain itu, di dalamnya juga terdapat gambar-gambar jadi kita nggak di buat bosan ketika membacanya” jawab kakak
“Hebat ya kak, kalau nanti aku sudah bisa baca aku pinjem ya kak” pintaku dengan polosnya
“Ah, kamu dik. Tenang aja. Yang penting kamu belajar membaca dengan benar dulu”
“Betul kata kakakmu. Besok kalau kamu sudah bisa membaca, ayah juga akan membelikan buku yang kamu inginkan”
“Yeahhh....!!!” alangkah senangnya aku. Tunggu saja, kalau aku sudah bisa baca, akan aku lahap banyak buku.
***
Setalah kakak mendapatkan buku yang diinginkan, kami melanjutkan pergi ke toko baju. Berhubung sebentar lagi lebaran, aku mempersiapkan baju yang baru karena tahun lalu kami tak membeli baju yang baru maka tahun ini pun rasanya amat membahagiakan buatku.
Sesampainya di sana, aku melihat banyak sekali papan diskon yang ditawarkan. Aku tahu setelah aku bertanya pada ayah. Katanya semakin besar angka diskon yang diberikan maka akan semakin besar pula potongan yang akan didapatkan.
Ketika ayah sedang memilih-milih baju untuk kakak, aku melihat sebuah pintu kaca dalam Mal yang bisa membuka dan menutup dengan sendirinya. Pintu itu akan membuka ketika ada pengunjung yang mendatanginya, begitu juga ketika pengunjung telah manjauh maka pintu itu akan menutup dengan sendirinya. Aku penasaran, apa yang sebenarnya membuat pintu ini bisa bergerak sendiri. Rasa penasaran ini membuatku semakin ingin mendatanganginya. Lalu aku pun meminta izin pada Ayah
“Yah, aku mau lihat pintu itu dulu ya yah?” pintaku
“Ya. Hati-hati” jawab ayah singkat. Sepertinya ayah hanya sekadar mengiyakannya saja. Ayah masih tetap memili-milih baju ketika menjawabnya.
Aku pun tak mau menyiakan kesempatan ini. Aku mendekati pintu itu. Tiba juga akhirnya aku di depan pintu. Betapa asiknya, ketika aku berhasil ‘menggoda’ pintu ini. Berulang kali aku maju mundur. Berulang kali pula pintu ini menutup dan membuka. Wah, asik sekali. Aku maju mundur terus menggodanya.
“wah asik juga bisa ngerjain pintu ini. hahahahaha” pikirku
Setelah di rasa bosan, aku kembali ke tempat di mana ayah dan kakak memilih-milih baju. Tapi, apa yang terjadi? Ternyata ayah dan kakak tidak ada di tempat itu. Di mana mereka? Di mana? Di mana? aku takut tertinggal.
Aku mencari di setiap lorong rak-rak baju. Aku tetap saja tidak menemukan mereka. Waduh, di mana mereka? Ya Allah, bantu aku menemukan mereka. Aku takut kalau nanti aku hilang. Aku cari, cari, dan cari.
Setelah aku mencari-cari, tetap tidak ditemukan. Aku hampir putus asa, dan menyerah saja. Lalu meratapi nasib di depan toko Mal, sambil memandangi orang-orang yang lewat. Tapi pikiran itu langsung aku buang jauh-jauh. Aku bukanlah seorang anak yang mudah menyerah. Aku yakin, aku pasti bisa. Aku bisa menemukan mereka. Aku yakin.
Aku berjalan perlahan-lahan sambil memandangi simbol-simbol yang ada di setiap atas pintu. Walau aku belum bisa membaca, setidaknya aku sudah bisa memahami maksud simbol dengan gambar yang ada. Aku pahami satu persatu. Simbol gambar pria dan wanita berdiri, mungkin ini toilet. Oh ini bukan yang aku cari. Simbol mobil dan motor. Yah, tepat!!! Ini yang aku cari. Pintu di mana pertama kali aku masuk Mal ini. Aku menuruni lantai bawah tanah ke tempat yang aku cari. Tempat parkir motor.
Setiba aku di lantai bawah tanah, tempat parkir kendaraan aku berpikir lagi di mana posisi motor yang ayah parkir tadi. Yeah...!!!! ketemu, itu dia. Misi selesai, sekarang aku hanya tinggal menunggu ayah dan kakak di sini.
Beberapa menit kemudian, setelah aku cukup lama menunggu akhirnya tiba juga ayah dan kakak.
“De, kamu ke mana aja si?” tanya kakak dengan nada sedikit tinggi
“Iya. Kamu tadi ke mana?” tanya ayah juga
“Lho tadi kan Dede udah bilang mau pergi ke pintu yang bisa membuka dan menutup sendiri itu lho”
“Lho ayah kok nggak tahu”
“Iya. Mungkin ayah sedang sibuk memilih-milih baju. Jadi nggak begitu sadar. Kamu pintar juga De nunggu kita di tempat parkir” jawab kakak bijak.
“Hehehehe. Jelas donk, siapa dulu Dede” jawabku sambil tersenyum
“Yang benar? Ya sudah Ayah minta maaf. Yang penting sekarang kita sudah berkumpul kembali. Ayo sekarang kita ke pusat informasi, kita kasih tahu petugas kalau Dede sudah ketemu”
“Oke. Jangan sampai kita berpencar lagi ya” pinta Ayah
Dengan rasa bahagia dalam hati, lalu kami pergi ke pusat informasi.
Sabtu, 28 Agustus 2010
PERTANYAAN SI JERUK NIPIS
Pasar Gadelono selalu ramai setiap harinya apalagi ketika hari pasaran tiba, biasanya jatuh pada hari Rabu dan Sabtu dan pada saat itu pasar lebih ramai dari biasanya. Saat ramai, seakan pasar ini memiliki jiwa yang muda. Penuh semangat. Di pasar ini di jual bermacam barang dari mulai sembako, mainan anak, sepatu, baju, kios makanan, dan buah-buahan. Buah-buahan di sini juga bermacam-macam.
Kami di sini di datangkan dari berbagai daerah di Indonesia. Ada apel malang asli dari Malang, ada Stroberi dari Bandung, kelengkeng, jeruk, anggur, pisang, durian, manggis, dan berbagai macam buah lainnya. Negara indonesia memang seperti surga kecil yang ada di bumi. Selain dari dalam negeri, buah-buahan yang di jual di sini juga ada yang di datangkan dari luar negeri contohnya buah kiwi dari New Zealand.
Setiap hari hampir selalu ada yang membeli kami dalam jumlah banyak. Ada yang menyusun kami menjadi parcel, katanya untuk menjenguk temannya yang sakit. Ada yang buat suguhan hajatan, ada pula yang buat hadiah ketika bertamu. Alangkah senangnya. Dalam adat kami di sini, siapa saja yang cepat di beli oleh manusia berarti dia adalah buah yang hebat. Namun sangat berbeda denganku. Aku sebutir Jeruk Nipis. Di sini aku seperti tersisihkan. Jarang yang datang untuk membeliku. Itu pun terkadang mereka hanya membeliku dalam jumlah yang sedikit.
Kadang aku merasa seperti diperlakukan tak adil. Siang malam, aku iri melihat teman-temanku yang silih berganti pergi ke tangan pembeli. Alangkah senangnya mereka bisa menyenangkan manusia. Membuat manusia tersenyum ketika menikmati mereka.
“Hai pisang, kamu beruntung ya. Hampir tiap hari selalu ada yang membeli kamu. Selain kamu murah, kamu juga enak di makan. Dan banyak juga manusia yang senang padamu” ujarku memuji pisang yang ada di sebelahku
“Kamu jangan memujiku seperti itu. Teman-teman sejenisku malah terkadang ada yang nggak suka kalau di beli. Menurut mereka masih nyaman di sini bersama teman-teman yang lain walau mereka sebenarnya malu juga kalau melawan peraturan adat kami di sini. Tapi kalau aku pribadi, aku senang jika ada yang datang membeliku. Kamu jangan bersedih ya Nipis, Tuhan mungkin masih punya rencana yang lebih baik buat kamu”
“Ya pisang. Mungkin masih ada rencana-Nya yang belum ku ketahui”
“Hai Nipis, kamu jangan bersedih hati begitu. Memang sudah jadi nasibmu seperti ini. hahaha” bentak apel penuh kesombongan. Aku hanya diam saja melihatnya.
Si Apel memiliki nasib yang sama seperti Pisang, banyak manusia yang membelinya. Ada benarnya juga perkataan si Apel, mungkin ini memang sudah jadi nasibku. Sedikit manusia yang membutuhkanku, membeliku, dan membuat kehadiran diriku menjadi berguna. Aku selalu bertanya, kenapa aku dilahirkan menjadi sebutir Jeruk Nipis? Bukan menjadi Pisang atau Apel saja yang banyak di sukai manusia. Hatiku bertambah sedih ketika melihat banyak temanku yang justru memiliki nasib yang lebih beruntung dariku.
Atau mungkin sebenarnya aku belum menemukan jawaban dari pendapat Si Pisang, bahwa ada rencana yang lebih baik dari Tuhan yang belum aku ketahui. Kini malam mulai tiba. Toko buah-buahan ini segera di tutup. Aku harap besok akan ada manusia yang datang untuk membeliku.
***
Sinar matahari pagi menyilaukan mataku. Keramaian pasar juga sudah mulai datang. Aku harap ada manusia yang mau membeliku. Namun sampai hampir waktu zuhur tiba, belum ada manusia yang membeliku. Tapi untuk pisang dan apel sudah selalu diisi dengan yang baru dari gudang. Lagi-lagi aku sedih, kenapa belum ada juga yang mau membeliku?
Waktu yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Ada seorang bapak tua yang membeli aku. Beberapa kilo dia membeli. Sebelum dia membeli aku, dia bercerita bahwa dia membutuhkan jeruk nipis dalam jumlah yang lumayan banyak. Katanya dia ingin membuat obat herbal.
Alhamdulillah, aku senang sekali mendengarnya, ternyata pernyataan Si Pisang ada benarnya bahwa sebenarnya Tuhan masih menyimpan rencana yang lebih baik untukku. Aku bahagia diriku bisa menjadi obat yang berguna untuk menyembuhkan manusia. Alangkah senangnya bisa bermanfaat bagi manusia. Mungkin manfaatku masih lebih banyak jika di bandingkan dengan apel dan pisang yang menjadi penambah gizi, atau sekadar menjadi makanan penutup jika dibandingkan dengan aku yang dimanfaatkan untuk obat.
Terima kasih Tuhan atas segala nikmat yang Kau berikan. Aku yakin pasti selalu ada hikmah di setiap ciptaan-Mu.
Langganan:
Postingan (Atom)