Kamis, 11 November 2010

FITRI SI ANAK MANJA

Rumah Fitri terlihat megah dengan tembok-temboknya yang tinggi. Tembok rumahnya di cat warna putih. Pagar besi di depannya juga di cat, tapi berwarna hitam. Ia memang anak orang kaya. Jarang sekali ia keluar rumah. Fitri keluar rumahnya hanya ingin berangkat sekolah saja, setelah pulang sekolah ia tidak pernah bermain keluar rumah. Fitri baru kelas 4 SD. Sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya sekitar lima ratus meter dari rumahnya. Setiap berangkat sekolah ia selalu di antar si Mbok atau kalau si Mbok sedang sibuk Fitri di antar pak Ali satpam rumahnya dengan mengendarai sepeda motor.

Orang tua Fitri bekerja di kantor. Hampir setiap hari mereka pulang pukul tujuh malam, pada jam segitu biasanya Fitri sudah tidur. Mereka menitipkan Fitri kepada si Mbok yang bekerja di rumahnya. Si Mbok menjaga Fitri dengan penuh ketulusan ketika orang tua Fitri tak bisa menjaga Fitri di rumah. Kadang si Mbok karena menuruti perintah orang tua Fitri sedikit memanjakan Fitri,.sehingga Fitri menjadi anak yang manja. Kemauannya keras, dan harus di turuti jika tidak ia akan menangis atau akan menelpon dan mengadu pada ibunya.

Sikap Fitri yang manja, membuat dia menjadi cengeng. Hingga si Mbok kewalahan menghadapi Fitri.

“Mboooookk... Fitri mau di bikibi mie goreng..!!!! cepat mbook!!!” teriak Fitri

“Kemarin Ibu bilang Fitri jangan makan mie terus! Nggak baik Nduk”

“Pokoknya Fitri mau makan mieeeeee.......!!!!”

“Iya Nduk. Sabar...!” jawab si Mbok dengan logat jawanya

Hampir tiap hari jerit teriak Fitri terdengar tiap hari. Minta inilah-itulah. Si Mbok yang sudah tua kewalahan menghadapinya. Hal yang kadang membuat si Mbok mengelus dada adalah ketika Fitri tak menghabiskan makanan yang sudah si Mbok buat. Kadang makan ayam goreng, telur dadar, sop ayam tak di habiskannya.

***

Suatu ketika si Mbok mengajak Fitri ke pasar. Karena waktu itu mendekati hari raya idul Fitri, maka pasar jadi ramai. Si Mbok kewalahan menjaga Fitri. Kejadian yang tak diinginkan terjadi. Fitri hilang karena melepas genggaman tangan si Mbok di balik kerumunan orang-orang yang membeli barang persiapan lebaran. Fitri menangis kecil. Dalam hati Fitri ketakutan. Ia berjalan tak tentu arah. Suatu ketika ia bertemu pengemis kecil. Pengemis itu meminta uang pada Fitri, tapi Fitri tak memegang uang sedikit pun.

“Minta uangnya. Perut saya sakit sekali, karena belum makan” pinta pengemis kecil itu

“Maaf saya nggak bawa uang” jawab Fitri sekenanya

“oh ya. Sudah terima kasih”

Fitri berjalan dan berhenti di sebuah toko yang masih tertutup pintunya. Di depan toko itu ia duduk termenung sambil meratapi nasibnya. Si Mbok belum juga datang, ia semakin sedih setelah beberapa saat yang lalu bertemu pengemis kecil yang mungkin lebih muda darinya. Pengemis kecil itu tampak lusuh dan kurus. Ia masih ingat perkataan pengemis itu, bahwa perutnya sakit karena belum makan. Ia jadi teringat dirinya yang kurang bersyukur karena sering ia menyiakan makanan dengan tidak menghabiskannya, minta ini-itu tanpa mau menyadari bahwa dirinya sudah lebih beruntung di banding saudara-saudaranya yang ada di luar sana. Mungkin musibah berpisahnya ia dengan si Mbok sebagai suatu peringatan bahwa ia jangan menjadi anak yang manja lagi. Fitri menangis menyesalinya.

Hampir sejam Fitri menghilang, akhirnya datanglah si Mbok dengan pak Ali. Setelah mencarinya bertanya kesana-kemari akhirnya bertemulah mereka dengan Fitri. Fitri tampak sangat senang sekali bisa bertemu dengan si Mbok. Fitri memeluknya sambil menangis. Dalam hati Fitri berjanji tidak akan menjadi anak yang manja lagi yang bisanya hanya merepotkan orang lain, ia ingin menjadi anak yang lebih bersyukur dengan anugrah yang telah di berikan Tuhan padanya. Dan ia berjanji tak akan mengulangi kebiasaan tidak menghabiskan makanannya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar